Stoner Bukan Level Rossi | Cepi Wungkul
Hatur nuhun kana kasumpingana Thank you for visiting ಭೇಟಿ ಧನ್ಯವಾದಗಳು 訪問していただきありがとうございます आने के लिए धन्यवाद 感谢您访问

Stoner Bukan Level Rossi

Stoner Bukan Level Rossi



Stoner, Kebanggaan dan Prasangka
Sejak mendarat di tim LCR Honda pada tahun 2006, Casey Stoner telah mengguncang dunia MotoGP, pujian yang diberikan seimbang dengan kritikan yang diberikan kepadanya. Pembalap dengan insting naluriah yang cepat, namun merupakan manusia dengan karakter kompleks , tak kenal kompromi dan tampak sulit dimengerti. Di antara anekdot dan cerminan tentang Stoner, Cristian Gabarrini, teknisi balap dan sahabat lebih dari 5 tahun akan bercerita tentang hitam putih seorang Stoner baik sebagai pembalap ataupun pria dewasa ^_^
Pekan lalu trek di Sepang, Casey Stoner telah meraih tempat sebagai mana musim lalu, bertengger di atas puncak time sheet. “Tes berjalan sangat baik – kata Gabarrini – satunya masalah adalah chatter. “Bekerja dengan Casey bisa sangat sederhana atau rumit, tergantung pada sudut pandang Anda. Ia adalah pembalap yang sangat sensitif. Dia butuh beberapa lap untuk mengerti aspek motor dari segi positif dan negatif. Ia berbicara dengan sangat jelas, hampir tidak diragukan. Driver lain. mungkin ragu-ragu untuk mengekspresikan arah mereka, tapi kemudian waktu lap mereka tidak pernah berubah. Beberapa masalah yang terlihat jelas pada telemetri, tapi kami mengandalkan kemampuan tim lain untuk menafsirkan umpan balik dari pembalap. Jika tim berhasil memanfaatkan sensitivitas Casey, Anda dapat menghemat waktu berharga “.
Gabarrini juga menegaskan bahwa Stoner adalah salah seorang pilot untuk tidak menggunakan kontrol elektronik. “Casey sangat sensitif terhadap gas, yang memungkinkan dia untuk membuka gas segera setelah keluar dari tikungan. Teknisi kami, Mr. Lewis yang juga bekerja untuk Yamaha Jorge Lorenzo dan Andrea Dovizioso, telah menegaskan bahwa Casey memiliki sensitivitas besar dalam power mesin, makanya ia menggunakan sedikit elektronik.
Sensitivitas Stoner tak hanya di trek melainkan karakternya pun demikian, hal ini dapat menjadi pedang bermata dua. Di luar trek ia selalu mawas diri dan terganggu bila ada yang mengusik kehidupan pribadinya. Casey adalah seorang yang istimewa, sebagai pembalap begitulah karakter dan imejnya, meskipun dia masih muda, ia selalu memegang nilai-nilai tradisional, keluarga, kejujuran, dan hal-hal lain yang pastinya anda sering dengar dari kakek-kakek bukan pemuda 25 tahun seperti dirinya. Dia tidak terlalu tertarik untuk muncul di media. Dia pendiam, pemalu, dan inilah yang seakan-akan menyerang dirinya, dimana media tidak menghargai prestasinya.
Dalam hal ini, kita harus ingat konteks di mana Stoner telah tumbuh. “Casey telah tinggal begitu lama di pertanian, dengan hewan dan menyukai kontak langsung dengan alam dia juga tertarik dengan hal seperti memancing dan menunggang kuda. Rumahnya di Swiss juga secara harfiah seperti hutan. Ia sangat senang ketika membeli rumah tersebut.
Intoleransi Stoner jelas menimbulkan perselisihan dengan publik namun tidak dengan rekan dekatnya. “Tim ini menghargai ketulusan dan kasih sayangnya kami berteman dan layaknya sebuah keluarga. Di box tahun 2007 Ducati kami sering menghabiskan waktu berjam-jam di sana karena suasananya santai. Pernah, Casey tidur di bawah meja ketika saya bekerja dengan elektronik karena menurutnya begitu tenang di sana. Dia senang melihat apa yang dilakukan teknisi pada motor, tapi sekarang dia menghabiskan sedikit waktu dengan kami, kebanyakan dengan istrinya di motorhome”.
Pada usia 26 tahun dia mencapai puncak karirnya dengan dan meraih 40x kemenangan. Namun sudah disinggung dia kapanpun bisa menarik diri kapan pun dari kejuaraan. “Casey membalap untuk bersenang-senang bukan untuk uang. Ia membalap untuk kepuasan. Tapi aku membayangkan ia terus membalap, tanpa mengindahkan hasilnya. tapi hanya dia yang tahu kapan akan berhenti”.
Sampai saat itu, mungkin, akan terus komunikasi melalui gaya mengemudinya. Agresif, tanpa embel-embel atau kompromi.

Ada yang menarik dari berita diatas, menurut saya pribadi, berita diatas sangat lebay, bahkan lebih lebay dari analisa kita semua disini tentang ROSSI, jika dilihat dari histori nyata, sangat bertolak belakang dari beberapa aspek. Gabbarini menceritakan bahwa Stoner “Pembalap dengan insting naluriah yang cepat, namun merupakan manusia dengan karakter kompleks, tak kenal kompromi dan tampak sulit dimengerti.” Sepertinya, Gabbarini ingin membangun karakter (pencitraan) seorang Stoner dari sudut pandang dia sebagai sahabat (Gabbarini nguyah’i segoro) Wkkkkkkkkkkkkkkkkk.
Kita semua tahu STONER … meskipun performanya oke dan pernah 2x juara dunia, tapi belum bisa mendapat tempat yang layak sebagai seorang juara. Sepertinya Gabbarini sepihak dalam analisanya, lebay pula, gambaran dia tentang seorang STONER terlalu dibuat-buat, kita pembaca diajak ber-empati terhadap STONER (istilah-nya apa sih?).
Selain itu Gabbarini juga menyebutkan kalo STONER itu “MINIM (tidak) menggunakan ELEKTRONIK”, Om Srondol bisa menanggapi soal ini, lalu dia juga bilang STONER “SANGAT SENSITIF TERHADAP MOTOR”, sensitif terhadap motor tapi koq DUCATI ancur ditangan STONER ???. oke, sekarang saya bahas satu persatu cerita (imajinasi) Gabbarini menurut sudut pandang saya, sah-sah aja kan ?? Gabbarini aja sepihak, saya juga kan bisa kalo bicara sepihak ? hehehehehe
“Bekerja dengan Casey bisa sangat sederhana atau rumit, tergantung pada sudut pandang Anda. Ia adalah pembalap yang sangat sensitif. Dia butuh beberapa lap untuk mengerti aspek motor dari segi positif dan negatif. Ia berbicara dengan sangat jelas, hampir tidak diragukan. Driver lain. mungkin ragu-ragu untuk mengekspresikan arah mereka,..”
Dengan skill 10/10 STONER, HONDA sepertinya juga akan tertipu seperti DUCATI dulu, feedback stoner kadang mudah kadang juga rumit, Wkkkkkkkkk …… bikin binun kalo gini mang, pigimana motor bisa berkembang kalo feedbacknya ancur-ancuran, insinyur akan salah bikin hipotesa kalo input parameter yang diberikan juga kacau. Sensitifitas STONER akan berbeda dengan ROSSI, karena riding stylenya memang beda, Agostini mengakuinya, Ago dan rossi bisa merasakan bahwa motor itu rongsokan ato bukan, tapi stoner tidak, naik rongsokan pun stoner mampu, hebat memang, sing ada lawan lah. tapi imbasnya, motornya jadi rongsokan ! 
Jika tim berhasil memanfaatkan sensitivitas Casey, Anda dapat menghemat waktu berharga “.
Ducati menghabiskan 3 tahun bersama stoner dengan prestasi yang terus menurun, apakah itu yang disebut “Sensifitas STONER akan menghebat waktu dalam bekerja ???”, hemat memang, karena ga ada input, jadi insinyur cuma ngopi ga ada kerjaan, hasilnya …. motor jadi rongsokan dan selama 3 taun stoner nyemplak motor rongsokan tapi dia tidak merasakannya, itu yang disebut sensitif ????? lebay nih Gabbarini.
Gabarrini juga menegaskan bahwa Stoner adalah salah seorang pilot yang tidak menggunakan kontrol elektronik. “Casey sangat sensitif terhadap gas, yang memungkinkan dia untuk membuka gas segera setelah keluar dari tikungan. Teknisi kami, Mr. Lewis yang juga bekerja untuk Yamaha Jorge Lorenzo dan Andrea Dovizioso, telah menegaskan bahwa Casey memiliki sensitivitas besar dalam power mesin, makanya ia menggunakan sedikit elektronik.
Semakin jelas kan, kalo stoner lebih condong kepada POWER darimana stabilitas, keluar tikungan kalo bisa digeber habis supaya bisa lolos dari kepungan lawan, sepertinya cocok jadi dragracer nih orang …..
Di box tahun 2007 Ducati kami sering menghabiskan waktu berjam-jam di sana karena suasananya santai. Pernah, Casey tidur di bawah meja ketika saya bekerja dengan elektronik karena menurutnya begitu tenang di sana. Dia senang melihat apa yang dilakukan teknisi pada motor, tapi sekarang dia menghabiskan sedikit waktu dengan kami, kebanyakan dengan istrinya di motorhome”.
Wkwkwkwk …. STONER sering tidur malah bro, ini gaswat, yang lain pada kerja, dia malah tidur, sekarang malah lebih banyak dengan istrinya di motorhome, wadoh … ini ga profesional namanya, alamat Honda jadi motor batu. Wkwkwkwk
Stoner nyantai saat para teknisi kerja, beda banget sama ROSSI, dimana dia selalu melihat telemetri dan memberikan input kemudian … ckckckckck …. DUCATI dikembangkan stoner dengan tidur-tiduran lalu cuti balap ….
Pada usia 26 tahun dia mencapai puncak karirnya dengan dan meraih 40x kemenangan. Namun sudah disinggung dia kapanpun bisa menarik diri kapan pun dari kejuaraan. “Casey membalap untuk bersenang-senang bukan untuk uang. Ia membalap untuk kepuasan. Tapi aku membayangkan ia terus membalap, tanpa mengindahkan hasilnya. tapi hanya dia yang tahu kapan akan berhenti”.
Sepertinya STONER tidak punya target? munafik kalo stoner ga butuh uang, buat makan anak istrinya apa ?? selain kepuasan, pembalap pasti ingin menang plus uang, buat apa ? ya buat masa depan lah ! nanti kalo udah tuwa ga bisa balap ga punya tabungan, masa mau jual martabak ??? ngaco banget Gabbarini …..
Sampai saat itu, mungkin, akan terus komunikasi melalui gaya mengemudinya. Agresif, tanpa embel-embel atau kompromi.
Siap-siap honda jadi motor jadul :D
Dari cerita Gabbarini, brotherhood semua pasti punya persepsi masing-masing, tapi yang jelas, menurut saya … STONER bueda banget sama ROSSI, semangat stoner hanya seujung kuku dibanding ROSSI, pengembangan motor dilakukan dengan serius sampe-sampe lembur tanpa liburan, dikala terpurukpun, semangat masih menyala, semakin menunjukkan kalo ROSSI adalah KSATRIA, pantang menyerah dalam keadaan apapun !.




Sumber  :  jbrossi.wordpress.com



share this article to: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Posted by Unknown, Published at 02.59 and have